Features : Amnesia Sejarah Semua Perawat Jadi Kapus
Features : Amnesia Sejarah Semua Perawat Jadi Kapus
Asisten 1 Setda Asmat Yustus Kakom menerima Hasil Rakersda / Foto Sergi |
“SORE itu, di luar Aula Gedung Widyata Mandala Dinas Pendidikan Asmat terang benderang. Di dalam berbeda , kursi dipenuhi 274 pejabat administrator dan pengawas menanti dilantik, Wakil Bupati Asmat, Thomas Eppe Safanpo, ST. Giliran terakhir, pembaca SK Bupati Asmat, Elisa Kambu, S.Sos bersuara lantang membacakan SK pergantian 16 Kepala Puskesmas dijabat para perawat, mendadak sunyi senyap. Kecuali, para pemikir kreatif dan arif di luar Gedung berbisik seraya bergumam: “Luar biasa!”. Dan beberapa dokter yang mendengar pembaca SK, tampak mengurut dada dan menunduk. Apakah mereka malu? Entahlah!”
Setidaknya, bukanlah persoalan malu. Kalau keputusan itu terutuju pada pelayanan maksimal kepada masyarakat, mantap! Cuma harus diakui, kebijakan seperti ini sering tidak praktis, khususnya dalam menghadapi pertanyaan yang membutuhkan jawaban segera. Bilamana, Kapus berlatarbelakang Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) tanpa memiliki ketrampilan atau pengetahuan perawat. Bagaimana, dia meminist pelayanan kesehatan?” Ataukah kita berbangga membuat sejarah baru beraroma amnesia sejarah. Walau akhirnya, masyarakat akan menangis duka dan menyanyikan melodi nestapa.
Jauhkan tangisan duka dan melodi nestapa. Izinkan dr. Pieter Pajala menggores sejarah baru, Jum’at (24/3) di Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat. Walau goresan itu beraroma amnesia sejarah. Mimpi merubah wajah pelayanan kesehatan di Kabupaten Asmat harus terjadi. Karena, tidaklah elok. Pajala mengusulkan 16 Kepala Puskesmas dari kalangan perawat, mendepak para dokter. Tidak diamini Bupati Asmat, Elisa Kambu, S.Sos dalam bentuk Surat Keputusan tertanggal 21 Maret 2017. Dan Wakil Bupati Asmat, Thomas Eppe Safanpo, ST melantik 16 perawat itu menjadi Kepala Puskesmas (Kapus).
Ditengarai, itu buah dari Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) dari Senin (20/3) hingga penutupan, Jum’at (24/3) pagi. Peserta Rakerkesda mengaku dan memperlihatkan wajah pelayanan kesehatan selama ini di Asmat belum maksimal kalau tidak mau disebut gagal.
Penilaian itu menohok langsung kearah kinerja para dokter yang mengemban amanah sebagai Kapus selama ini. Harap penilaian itu tidak subyektivitas dan menjawab dendam para perawat bekerja keras tidak mendapat insentif sebagaimana yang diterima para dokter.
Mari kita belajar, perubahan tidak hanya terjadi ketika orang menolak. Penolakan tidak selalu melahirkan sesuatu yang baru. Penerimaan juga tidak bisa diartikan sebagai langkah pengukuhan status quo. Penolakan terhadap sebagian hal yang dianggap ‘buruk’, ditambah penerimaan sebagian hal yang dianggap ‘baik’, tidak menyelesaikan soal.
Sikap praktis-pragmatis seperti ini melangkahi persoalan dasar – bahwa apa yang dianggap ‘buruk’ dan ‘baik’ itulah justeru yang harus dipersoalkan secara lebih mendalam. Namun, pemikiran skeptis dianggap sebagai sikap ragu terhadap perlunya perubahan. Harap renungan ini sebagai cara yang terbuka untuk mencari pemaknaan baru yang lebih lengkap tentang pelayanan bermanfaat bagi masyarakat bisa tersenyum dan bersukacita.”
Dengan merefleksikan pergantian 16 Kapus dari kalangan perawat dan mengabaikan para dokter mungkin kita harus berpikir kritis, mencari perspektif, dengan mempertanyakan kembali pemikiran-pemikiran yang ada. Diharapkan kesadaran yang baru dapat ditumbuhkan dan visi pelayanan kepada masyarakat dapat disegarkan. Ditengah invasi budaya konsumerisme, ketika semua orang mencari kemudahan yang bersifat “instant”.
Amnesia sejarah adalah sejenis penyakit yang membuat kita tidak siuman terhadap kesenjangan yang terbentang dihadapan kita. Memang ini suara yang lirih. Tetapi sudah dikatakan. Karena kita berharap menjadi sekelompok orang yang mampu menyentuh masalah dasar masyarakat kita. Kita menjadi kelompok orang yang pangling bukan hanya kepada orang lain atau lingkungan sekitar, tapi juga kepada diri sendiri* (Sapa)