Features : Menanti Aksi Nyata Hidupkan Liturgi Inkulturatif
Features : Menanti Aksi Nyata Hidupkan Liturgi Inkulturatif
Peserta pekan studi budaya Keuskupan Agats foto bersama usai misa penutupan |
“Saya hari-hari ini secara pribadi penuh dengan rahmat. Karena, butir-butir dan percikan kekayaan budaya Asmat terpantul dalam perayaan ekaristi malam ini. Untuk itu, saya berterima kasih kepada putra-putri Asmat mau membagi dan membuka sebagian dari kekayaan budaya Asmat yang diwariskan para leluhur di negri ini,” kata Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito, OFM dalam sambutannya usai perayaan ekaristi penutupan pekan studi budaya, di Gedung Pusat Pembinaan Pastoral, Keuskupan Agats, Kamis (27/4)malam.
Pengakuan polos dari Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito, OFM ini bukan tanpa alasan. Ia bukan hanya membuka dan menyaksikan pekan studi budaya. Ia ikut aktif bersama seluruh tim pastoral Keuskupan Agats, aktif menyumbangkan ide dan gagasan dalam kelompok diskusi, konsen mengikuti seluruh proses yang dipaparkan seorang Misiolog dari STFK St. Paulus Ledalero, Maumere, NTT, Profesor. P. John. Prior, SVD.
Ia memetik pula setiap butir-butir dan percikan nilai-nilai budaya yang diseringkan putra-putri Asmat dalam diskusi dan pemaparan hasil diskusi kelompok. Maka, tidak heran, ia mengaku: “Saya hari-hari ini secara pribadi penuh dengan rahmat. Karena, butir-butir dan percikan kekayaan budaya Asmat terpantul dalam perayaan ekaristi malam ini. Untuk itu, saya berterima kasih kepada putra-putri Asmat mau membagi dan membuka sebagian dari kekayaan budaya Asmat yang diwariskan para leluhur di negri ini. Terima kasih pula kepada seluruh tim pastoral Keuskupan Agats dan Pastor John Prior,” kata Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito, OFM dalam sambutannya usai perayaan ekaristi penutupan pekan studi budaya, di Gedung Pusat Pembinaan Pastoral, Keuskupan Agats, Kamis (27/4)malam.
Menurutnya, pekan studi budaya itu akan bermakna, apa bila seluruh tim pastoral memanfaatkan bekal-bekal yang disampaikan Pastor John Prior.
Lalu, pelaku sabda mengkaji lagi lebih mendalam dalam kosa kata bahasa Asmat bersama umat setempat. Sehingga nilai-nilai budaya yang dikaji itu diresapi, dihayati dan dintegrasikan dalam penyampaian Firman, menghidupkan persekutuan dengan umat dan dirayakan dalam perayaan ekaristi bersama umat setiap perayaan hari minggu.
“Saya kira ini saat-saat kita mulai bangkit bersama umat setempat merayakan seluruh pelayanan kita dalam konteks budaya setempat. Selama ini, saya agak terganggu dengan kata-kata “rahasia”. Tetapi, putra-putri Asmat sudah membuka butir-butir dan percikan nilai-nilai budaya Asmat.
Terbukti dalam perayaan ekaristi malam ini pantulan butir dan percikan nilai budaya Asmat sangat hidup dan menghantar kita semakin bertumbuh dalam iman untuk memuliakan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Terima kasih untuk semuanya,” katanya.
Dari rekaman media ini, John Prior menegaskan, penentuan masa depan warga Asmat tidak kehilangan identitas dan jati dirinya amat tergantung pada kekuatan gereja memelihara dan merawat nilai-nilai budaya Asmat dirayakan dalam pewartaan Firman, membangun persekutuan dan merayakan pengorbanan Yesus dalam ekarsisti sesuadi dengan nilai-nilai budaya setempat.
“Saya mau sampaikan dari pengalaman kehancuran budaya di Eropa. Pada waktu lalu budaya Eropa semua hancur akibat arus modernisasi yang begitu kuat. Siapa yang menyelamatkan situasi itu adalah gereja. Maka, masa depan Asmat tergantung pada kekuatan gereja pula,” ujarnya.
Penutupan agenda pekan studi budaya yang difasilitasi Komisi Kebudayaan Keuskupan Agats itu ditutup dengan perayaan Ekaristi inkulturatif yang dipimpin Pastor Paulus B, Pr. Musik didominasi musik tradisional, Tifa dan lagu-lagu dalam bahasa Asmat. Sehingga, suasana perayaan itu sangat meriah dan khidmat. (Sapa)