Pengangkatan Presiden Jokowi sebagai Cesmaipit (kepala perang) ditandai dengan penyerahan noken dan Po (dayung) Asmat dengan panjang tiga meter, di Pelabuhan Agats, Kamis (12/4).
Penganugerahan sebagai Panglima Perang Adat Suku Asmat itu sebagai bentuk perhatian dan pemberian apresiasi masyarakat Asmat kepada Presiden Jokowi.
Sebelum penyerahan dayung, terlebih dahulu dilakukan ritual berupa tarian perang. Tarian ini sebagai simbolis dalam keberhasilan melaksanakan perang.
Kemudian, penyerahan dayung sebagai tanda perjalanan menuju ke tempat tujuan dan berhasil dalam suatu peperangan. Dan pulang karena telah berhasil menundukkan lawan.
Wakil Bupati Asmat, Thomas Eppe Safanpo yang menerjemahkan ucapan dari tokoh adat Asmat mengatakan, penghargaan nama adat dan gelar panglima perang sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada Presiden. Dimana sebelumnya banyak masyarakat Asmat yang meninggal dan Presiden langsung memberikan dukungan serta bantuan.
"Pemberian gelar adat ini sebagai bentuk rasa terimakasih kepada Presiden, yang telah luar biasa mendukung dan memberikan bantuan kepada masyarakat Asmat," katanya.
Pemberian gelar adat dan panglima perang yang ditandai dengan pemberian noken Asmat, kata dia, sebagai simbol mandat kekuasaan masyarakat. Sementara dayung, menurutnya, agar Presiden mendayung perahu Republik Indonesia tidak terseok-seok.
"Kami sudah menderita. Tapi kami percaya Presiden sebagai Panglima Perang akan memimpin kami ke arah yang lebih baik. Dan dengan pekikan adat ini, bapak Presiden sah menjadi pemimpin kami," katanya. (seputarpapua.com)